About

Analisis Cerpen Awang Uwung


 Awang Uwung
Dibawah ini merupakan cerpn terbitan Suara Merdeka Tahun 2011, Analisis Cerpen ini ditinjau dari segi semiotik. untuk lebih jelasnya simak kajiannya dibawah ini.

 Analisis Cerpen

 Sebelum mengkaji secara mendetail, mencoba mendalami tentang agama yang tampak di gambar Ilustrasi .Seseorang akan memeluk agama Budha diharuskan mengucapkan kalimat sebagai berikut :
Buddhang Saranang Gacchami
Dharmang Saranang Gacchami
Sanghang Saranang Gacchami

Dwipanang Buddhang Saranang Gacchami
Dwipanang Dharmang Saranang Gacchami
Dwipanang Sanghang Saranang Gacchami

Tripanang Buddhang Saranang Gacchami
Tripanang Dharmang Saranang Gacchami
Tripanang Sanghang Saranang Gacchami


Dalam gambar ilustrasi relatif kurang kompleks, karena tidak terdapat suatu ikonis yang menjelaskan suatu perubahan dan tema waktu. Tanda-tanda Ikonis yang tersebar itu meliputi figur Manusia (Laki-laki), Kepala Buddha, kain putih atau kuning ( karena pengeluarannya kertas hitam putih). Laki-laki ini menghadap keatas seolah-olah memohon sesuatu. Permohonan tersebut merupakan indeksikal meliputi ampunan, memohon pertimbangan (jangan dimbil nyawa sekarang) berterima kasih dan lain sebagainya. Akan tetapi akan mengambil satu Indeks dari Ikon Laki-laki tersebut adalah jangan diambil nyawanya sekarang.
          Akan tetapi tanda yang paling menonjol adalah Kepala Buddha, meliputi telinga lebar (menandakan bahwa Buddha Maha Mendengar), mata lebar (menandakan Buddha Maha Melihat), ini merupakan indeksikal yang dapat dipakai untuk menandai identitasnya.
          Pertalian antara laki-laki dengan Kepala Buddha seakan menjelaskan bahwa ia akan melepaskan, menjauh, pergi dari kepala Budha hal ini bisa dikatakan sesuai dengan ikon metaforis yaitu kematian. Kain putih merupakan metafora dari kesucian, kain kuning menandakan kebijaksanaan. Indeksikal dari kepala buddha diantaranya kain putih atau kuning dan yang menjadi objeknya adalah manusia.  Hal ini merupakan pengikonisan warna secara metaforis. Pertalian tanda-tanda ikonis ini menjelaskan bahwa semua kejadian sudah ada yang mengatur begitu juga kematian yaitu Buddha. Segala sesuatu dipasrahkan kepada Buddha, dengan kata lain menyangkut kajian ini persiapan seseorang menghadapi kematian pasrah kepadaNya dan perbuatan baik buruk didunia dalam pengawasanNya karena Buddha Maha Mengetahuai dan Melihat. Akan tetapi hal ini tidak dilakukan oleh objek Ilustrasi tersebut, Buddha mengajarkan tentang bagaimana menanggapi atau mempersiapkan diri sebelum meninggal sebagai berikut :

Dengan usia tua, ada kematian. Inilah sifat segala hal.
Ketika buah telah masak, buah itu dapat jatuh dipagi hari
Demikian pula, sesuatu yang terlahir dapat mati pada setiap saat.
Bagaikan semua periuk yang dibuat oleh semua ahli
tembikar akan berakhir dengan terpecahkan, begitu pula
dengan kehidupan dari semua yang terlahirkan.
Tidak muda maupun tua, bodoh maupun bijaksana akan
terlepas dari perangkap kematian, semuanya menuju kepada kematian.
Mereka dikuasai oleh kematian.
Mereka melanjutkan perjalanan ke dunia lain.
Seorang ayah tidak dapat menyelamatkan anak ataupun anggota keluarganya.
Lihatlah! Dengan disaksikan oleh sanak keluarga, diserta
air mata dan ratap tangis, manusia dibawa satu persatu,
bagaikan sapi menuju ke penyembelihan.
Maka, kematian dan usia tua merupakan bagian yang alami dari dunia.
Jadi, orang bijaksana tidak akan berduka cita, dengan melihat sifat dunia.”
(M. O’C. Walshe, Penerjemah : Seng Hansun 2010:62)

Dapat diketahui persiapan manusia tersebut ketika menghadap Sang Buddha belum siap sehingga dia memohon pertimbangan (banding). 


demikian Analisis Cerpen yang bia saya sajikan untuk Analisis Cerpen lainnya bisa lihat disini. dan juga masih banyak lagi, kalau penasaran ikuti saja perjalan admin ini. Terima kasih..!!!

No comments:

Post a Comment