About

SIMBOL DALAM CERPEN HARIMAU BELANG



KARYA GUNTUR ALAM: KAJIAN SEMIOTIKA PIERCE
Terdapat tanda-tanda/simbol yang digunakan untuk mengetahui latar yang ingin ditampilkan pengarang. Melalui tanda-tanda pula yang diharapkan dapat mengungkap hal yang tidak disebutkan pengarang secara jelas.
Ada 3 macam Tanda-tanda dalam karya sastra yaitu ikon, indeks dan simbol. Dalam cerpen Harimau Belang, pengarang lebih menggunakan simbol untuk menuliskan ide-ide yang disembunyikannya dalam cerpen ini.

Semiotika Pierce
            Semiotik adalah pembelajaran mengenai sifat dasar dan variasi asas yang memungkinkan dalam semiosis. Semiosis sendiri berasal dari risalah Epicurean filosofis Philodemus. Pierce menjelaskan bahwa semiosis mengandung makna perbuatan yang hampir terdapat dalam berbagai macam tanda dan ini merujuk pada sesuatu perbuatan yang berlabel tanda (Winfrid North, 1990:42)
          Menurut Peirce, pada intinya tanda-tanda dasar kognisi, pikiran, dan bahkan seseorang merupakan semiotik mereka…sebuah tanda misalnya. Pikiran akan mengacu kepada pikiran yang lain dan begitu juga objek pada sebuah kata, karena ‘semua yang digambarkan memiliki masa lalu’. Peirce bahkan pergi jauh-jauhnya untuk menyimpulkan bahwa “kenyataan yang ada di dalam setiap pikiran itu merupakan sebuah tanda, diterima bersama dengan kenyataan bahwa hidup merupakan sebuah jalannya pikiran, membuktikan bahwa seseorang itu adalah tanda” (Winfrid North, 1990: 41)
Untuk mengungkap suatu hal dalam karya sastra yang berhubungan dengan budaya, berhubungan dengan kesepakatan konvensional perihal bahasa, maka tanda yang berupa simbol-simbol yang akan diteliti dalam cerpen Harimau Belang karya Guntur Alam.

Simbol dalam Cerpen Harimau Belang beserta maknanya
Terdapat kutipan kata Dalam cerpen Harimau Belang karya Guntur Alam yang mengandung simbol yang perlu dipahami maknanya untuk lebih memahami maksud dan mengerti pesan yang ingin disampaikan pengarang. Kata dan kalimat yang mengandung simbol-simbol beserta pemaknaan simbol tersebut adalah sebagai berikut:
a.   Laki, lanang-lanang, bini
Pemilihan kata untuk menyebut laki-laki atau istri dalam cerpen tersebut menyiratkan pada masyarakat tertentu. Penggunaan diksi tersebut, laki untuk menyebut suami atau laki-laki dewasa, lanang-lanang untuk menyebut para lelaki dan bini untuk menyebut istri, biasa dipakai pada masyarakat Minangkabau. Atau banyak dipakai pada masyarakat sekitar Sumaetra.
b.   Terlebih Menot tengah mengandung anak ketiga mereka. Perempuan berumur dua puluh enam tahun itu masih percaya jika seseorang tengah hamil, lakinya tak boleh berbuat macam-macam dengan binatang.
Kutipan tersebut memberikan pengertian bahwa masyarakat dalam cerpen tersebut adalah masyarakat yang masih terjebak dalam sistem perkawinan dini. Bila umur dua puluh enam saja sudah akan melahirkan anak ketiga, dan anak pertama berumur 9 tahun, maka perempuan ini, Menot menikah minimal pada usia 17 tahun. Atau, bila dikurangi masa mengandung selama 9 bulan, bisa jadi usia saat menikah adalah 16 tahun. Usia yang masih sangat muda untuk sebuah perkawinan. ”Tas, jaga adik. Emak nak mandi ke Piabong,” ucapnya pada Latas, anak sulungnya yang berumur sembilan tahun itu.
Kutipan yang menyatakan bahwa anak pertama Menot berusia 9 tahun.
c.    Menot, Nalis, Seron, Kudik, Ceok, Genepo, Latas dan Pebot;
Nama-nama tokoh dalam cerpen tersebut barangkali adalah nama yang kurang umum di telinga pembaca. Nama-nama tersebut adalah nama yang menyiratkan dari kelompok tertentu. Sebuah komunitas masyarakat yang barangkali benar-benar ada, atau memang hanya imajinasi tajam dari pengarang. Bahkan hanya sekedar untuk menarik perhatian pembaca. Sejauh ini, belum ditemukan tanda-tanda yang pasti perihal nama-nama tersebut. bila dihubung-hubungkan dan dimirip-miripkan dengan simbol-simbol yang lain, maka, nama-nama tersebut adalah nama-nama komunitas masyarakat di daerah Minangkabau, Sumatera.
d.   Tanah Abang
Pemilihan nama dusun dengan Tanah Abang ini, mungkin ditujukan untuk “menipu” pembaca. Tanah Abang memang identik dengan nama sebuah kawasan di Jakarta. Namun, dalam cerpen ini, suasana yang digambarkan pengarang sangat jauh dari Jakarta. Bahkan masyarakatnya dijelaskan berada di dekat hutan, dengan masyarakat yang masih tradisional dan bahasanya pun bukan bahasa ala Jakarta.
Bila yang dimaksud adalah sebuah kawasan di Jakarta sebagaimana yang umum diketahui, maka tentu akan banyak hal lain yang mendukung. Dalam cerpen ini sama sekali tak ada yang mendukung itu. Tanah Abang, dalam cerpen ini adalah nama dusun. Sehingga bila memang benar-benar ada, maka tak akan banyak orang yang mengetahuinya. Tanah Abang yang dimaksud dalam cerpen ini, sama sekali bukan kawasan di Jakarta.
e.    pergi berburu
Berburu berarti ada tempat tujuan untuk berburu. Berburu yang dimaksud dalam cerpen ini adalah berburu Harimau Belang yang meresahkan masyarakat tersebut. Dengan pergi berburu, pengarang sebenarnya ingin mengatakan bahwa masyarakat yang digambarkannya adalah mereka yang tinggal dekat hutan. Hutan karet.
f.     harimau belang adalah titisan leluhur dari masa silam, jika seseorang melintas di hutan dan ada harimau belang, dia harus permisi
Budaya masyarakat dalam cerpen tersebut masih percaya dengan mitos yang diwariskan leluhur mereka. Bahwa ketika melewati harimau belang, mereka wajib permisi. Kepercayaan ini menandakan bahwa masyarakat yang diletakkan pengarang dalam cerpen ini adalah masyarakat yang masih memegang teguh warisan mitos leluhur mereka.
g.    kambing yang sedang merumput di darat dusun
Selain dekat dengan hutan, ternyata masyarakat itu juga ada di sebuah perkampungan yang kurang layak disebut kota. Kambing merumput menandakan bahwa masyarakat yang dibawa pengarang adalah masyarakat kampung yang berarti tidak perkotaan. Ini diperjelas juga dengan kata dusun.
h.   Bocah laki-laki enam tahun itu diterkamnya saat tengah bermain perang-perangan dengan kawan-kawannya di darat dusun.
Kutipan ini menguatkan bahwa masyarakat ini adalah masyarakat kampung. Karena di kota sudah tidak jamannya lagi anak-anak bermain perang-perangan.
Perang-perangan adalah salah satu permainan yang cukup populer di kampung-kampung. Di kota, perang-perangan sudah tidak ada lagi, barangkali. Anak-anak lebih suka pergi ke tempat playstation atau warnet.
i.      bergumul dengan pokok karet, tambang batubara Serpuh, atau bergumul dengan gelondongan kayu di BHT, pabrik bubur kertas, di hulu kecamatan
Kutipan ini menunjukkan bahwa mata pencaharian masyarakat dalam cerpen ini adalah menyadap karet, penambang batubara, atau pekerja pabrik kertas. Selain itu, mereka juga digambarkan masyarakat yang dekat dengan hutan, dekat dengan pohon karet. Karena pekerjaan mereka adalah menyadap karet. Dengan pekerjaan ini, masyarakat dalam cerpen ini digambarkan masyarakat yang menempati posisi menengah ke bawah. Pernyataan ini diperkuat dengan kutipan berikut:
Sayangnya orang-orang dusun cuma kebagian jadi satpam, tukang tebang kayu, tukang angkut kayu di pabrik bubur kertas itu. Tak ada yang diangkat jadi bos
Masyarakat dusun Tanah Abang tidak ada yang diangkat menjadi bos, karena tidak memiliki ijasah sarjana. Kemudian masyarakat itu bisa menjadi kaya ketika mereka rela menjual tanahnya. Seperti dalam kutipan berikut:
Beberapa orang jadi kaya mendadak karena tanahnya kena operan Serpuh
Orang yang kaya mendadak sudah pasti berasal dari tidak kaya alias miskin. Mereka yang merelakan tanahnya dan menjadi mendadak kaya. (Dengan asumsi kaya adalah bila memiliki banyak uang).
j.     jika seseorang tengah hamil, lakinya tak boleh berbuat macam-macam dengan binatang
Ungkapan ini menunjukkan bahwa masyarakat dalam cerpen ini adalah masyarakat yang masih erat dengan mitos. Meskipun memang terdapat bukti-bukti yang menyatakan bahwa seorang suami yang berbuat buruk pada binatang ketika istrinya sedang hamil, ada hal-hal yang tidak menyenangkan yang terjadi pada anak ketika ia lahir nanti. Sebagaimana terdapat dalam penggalan berikut:
Dulu, saat bininya hamil muda, Ceok sempat menghajar ular hitam yang dia temui di kebun karetnya. Ular itu melarikan diri, tak mati tapi babak belur kena pukulan kayu dari Ceok. Saat anaknya lahir, anaknya lumpuh layu. Orang-orang dusun mengatakan, Ceok kualat gara-gara ular hitam itu.
Keyakinan ini memang masih menjadi wajah sehari-hari kita dalam kehidupan masyarakat yang masih tidak bisa dilepaskan dari belenggu pikiran nenek moyang atau leluhur. Pernyataan ini diperkuat dengan ungkapan berikut:
Binatang yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun dianggap keramat oleh orang dusun
Bahwa pikiran tentang keramat memang diturunkan dan diwariskan secara teratur oleh nenek moyang. Orang-orang dusun dahulu terlanjur mengeramatkan binatang harimau belang yang satu itu sehingga sampai anak cucunya masih tetap mengikuti persepsi orang dusun terdahulu.
k.   Harus tamat kuliah kalau nak jadi bos, Bang
Penggalan tersebut menyiratkan bahwa pendidikan masyarakat dalam cerpen ini rata-rata hanya tamatan sekolah menengah atas atau bahkan di bawahnya lagi. Pernyataan ini diperkuat dengan penggalan berikut:
Perempuan yang hanya tamat SD itu tak berani bersuara. Lakinya tak akan mendengarnya. Kalau pun dia didengarkan, apa yang bisa mereka perbuat?
Si Menot yang menjadi tokoh utama dalam cerpen ini bahkan hanya seorang yang lulusan sekolah dasar. Sehingga setidaknya menjadi perwakilan masyarakat sekitarnya bahwa pendidikan mereka memang tidak terlalu baik. Dalam kutipan lain juga dijelaskan bahwa warga dusun Tanah Abang kebanyakan adalah lulusan SMA, karena tidak ada keterangan melanjutkan pendidikan. Berikut kutipannya:
bujang Tanah Abang tamatan SMA melamar kerja di sana dan diterima; jadi tukang gali batubara!
Dengan alasan yang tidak disebutkan, setelah tamat SMA, para warga Tanah Abang memilih melamar kerja di pabrik dan memang diterima, meskipun hanya menjadi tukang gali batubara. Padahal untuk menjadi tukang gali batubara, secara nalar tidak memerlukan lulus SMA. Asalkan memiliki fisik yang cukup kuat, maka pekerjaan ini layak bagi orang tersebut.
Maka, pernyataan tersebut juga dapat dimaknai bahwa di kawasan Tanah Abang tidak ada pekerjaan yang lebih baik yang bisa dipilih dan menjadi alternatif. Dan menjadi tukang gali batubara adalah pilihan yang sama sekali tidak buruk.
l.      JARUM  jam bergambar Kabah..
Kutipan ini menjadi bukti bahwa masyarakat dalam cerpen ini, beragama yang identik dengan Ka’bah yaitu agama Islam. Meskipun belum tentu masyarakat beragama Islam seluruhya, namun berdasarkan tanda ini, dapat memberi perwakilan gambaran bahwa sebagian masyarakat Tanah Abang beragama yang identik dengan Ka’bah, yaitu agama Islam.
m. Limas
Sebagaimana diuraikan di atas, maka tidak salah lagi bahwa masyarakat dalam cerpen ini adalah masyarakat yang ingin diasumsikan masyarakat di kawasan Sumatera. Meskipun kurang jelas masyarakat yang mana, namun dari beberapa tanda-tanda atau simbol yang telah ditemukan, terdapat alternatif untuk menebak-nebaknya. Ada Palembang, Riau dan Jambi. Rumah Limas memang identik dengan Sumatera Selatan, namun Jambi adalah penghasil karet terbesar. Sedangkan Riau, suatu sumber juga menyebutkan daerah ini juga menyumbang karet yang tidak kecil. Kawasan tersebut juga terdapat taman Nasional yang isinya adalah binatang-binatang. Maka, alternatif itu adalah pilihan yang bisa sedikit menjawab dari sekian kemungkinan-kemungkinan.
n.   film kartun Spongebob
Di bagian sebelum akhir cerita, disebutkan bahwa ada seorang anak yang sedang menonton film kartun Spongbob. Film kartun yang banyak berisi adegan konyol itu membuat kita yakin bahwa latar waktu yang diusung pengarang tidak jauh dari masa sekarang. Karena film kartun spongbob sendiri baru beredar di Indonesia sesudah abad ke-21.

No comments:

Post a Comment