Hudup adalah
Perjalanan yang terdapat teka-teki, dimana kehidupan itu, silih berganti yang
namanya kebahagiaan dan kesedihan.
Dulu kata ibuku, ayahku orang madura, dan ibuku
sendiri orang jawa. Waktu pertama kali ibu kenal ayah, ayah itu seorang musafir
yang tidak mempunyai pekerjaan apapun, dan pekerjaannya cuman rajin untuk
beribadah disetiap waktunya. Dan shalat malampun dia sering melakukannya. Dan
ayahku cukup lama tinggal dirumah ibuku, ketepatan dirumah ibuku itu mempunyai
mushalla yang sangat sederhana sekali, dan ayahku sering nginap disitu.
Dengan lama-kelamaan ayah dan ibuku menjalani
kehidupan yang lebih serius, dengan status perkawinan.. beberapa bulan kemudian
dengan kuasa Ilahi Rabbi, ayah dan ibuku mulai jaya dengan hanya menjual jamu
alami yang cukup sederhana itu, dan ayah itu memang bekerja keras untuk
kelarisan jamunya, dan apapun rintangannya dia tetap tidak kenal payah. Memang
benar kata orang-orang jawa, kalau punya suami orang Madura Insya Allah riskinya
gampang dan cepat sukses.
Dan selama tiga tahun kemudian, ibu baru menagandungku
masih dua bulan, dan saat itu ibu tidak tahu apa yang terjadi sama ayah. Waktu
itu ayah jarang dirumah dan jarang sekali untuk beribadah. Biasanya. “kalau
istri sedang hamil, suami itu tidak boleh banyak keluar kecuali, ada
kepentingan-kepentingan tertentu, biasanya ngaji dan berpuasa sunnah untuk
mendapatkan anak yang shaleh dan shalehah, supaya gampang dan selamat untuk
melahirkannya”. Justru ayah tidak seperti itu, bahkan kalau soal agama ayah
sudah tahu sebenarnya. Tetapi, karena ayah berubah harus mempunyai sikap
seperti itu? Memang benar, perubahan itu terjadi karena faktor manusia itu
sendiri yang merubahnya.
Kemudian waktu ibu hamil tujuh bulan 13 hari, dengan
lambat jauh berubahnya sikap ayah kepada ibu selama ini sudah mulai ketahuan,
walaupun lewat dari teman-teman akrab ayah, yang menceritakan sama ibu. Namun,
hati yang suci dan lembut ibu tidak mempercayai semua itu. Karena ibu tidak melihatnya
sendiri, dan tidak mendengarkan sendiri dari kata-kata ayah, takut semua itu
hanyalah fitnah. Karena fitnah kebih kejam dari pembunuhan, “kata ibu”.
Disetiap detik dan waktu, segulumg angin hitam selalu
menghantui hati suci ibu, disetiap bening cahaya rembulan, ibu selalu mengaji
dan mendoakan aku, yang masih ada dalam kandungannya. Ibu selalu meneteskan air
mata sucinya, dan sampai mata ibuku membengkak. Karna ketakutan demi ketakutan
sering membuat dia imajinatif dan selama itu ayah tidak pernah curhat sama ibu,
apa yang sebenarnya terjadi sama ayah.
Walaupun ayah sudah berubah seperti itu, ibu takut
untuk menanyakannya, apa yang terjadi padanya? Justru dengan ketakutan itulah,
ibu selalu berdo’a kepada sang kuasa, agar apa yang tersimpan dalam lubuk kalbun
ayah cepat-cepat terbuka.
Kemudian harinya ibu tidak tahu, angin apa yang
membuat ayah penting sama ibu, waktu itu dia memanggil ibuku dengan sebutan
mama, sampai tiga kali. Dengan mendengarnya panggilan ayah itu, kemudian ibu
menyahutnya, bentar aku masih mau cuci tangan pa.
Ibu sambil tersenyum, rasanya seneng mendengar
panggilan itu, ibu berprediksi, ayah mau curhat, lalu ibu tergesa-gesa untuk
menghampiri ayahku. Walaupun keadaannya sakit karena sedang hamil tua. Sesudah
ibu didekatnya, ibu tanya kembali ada apa? Kok kayaknya ada yang mau
dibicarakan? Ya, ada sesuatu yang harus aku katakan sama mama! Kata ayah. Apa
itu pa? Kata ibu sambil tersenyum. Terus, dengan wajah yang pucat dan tangan
yang gemetar, ayah langsung mengatakannya, dengan suara ketakutan, seperti
orang yang dikejar anjing, bahwa, pa,, pa,, sudah punya istri lagi! Apa?????
Kata ibu.
Dengan rasa ketakutan, kebingungan, kegelisahan dan
kesedihan yang selama ini masih tersimpan dalam lubuk kecil kalbun ibu, kini
sudah jelas bahwa ayah selama ini sudah mengecewakan rasa kasih sayang dan
kesetiaan yang dibina oleh ibu selama ini, kemudian ibu pingsan mendengar
kata-kata dari ayah itu.
Ibu memanggil warga untuk minta tolong, dan setelah
warga pada berdatangan semua, lalu ayah pergi. Dua jam kemudian, ibu baru
sadar, dan dia selalu memanggil ayah, dengan suara yang kecil dan pokok-pokok
sekali dengan disertai tetesan air mata yang bening itu.
Papa, pa... pa... !! kata ibu, dengan suara lirih sekali.
Papa, pa... pa... !! kata ibu, dengan suara lirih sekali.
Lalu, Irma seorang pembantu rumah tangga itu, dengan
rasa takut, sedih dan kasihan, dia mengatakan kepada ibuku dengan suara yang
lembut dan halus, kalau Tuhan itu selama dia pergi tidak memberikan sepatah
katapun, dia langsung pergi tidak tahu kemana nyonyanya. Kata Irma.
Setelah sembilan bulan tanpa kabar dari ibu telah
melahirkan anak perempuan, yang lucu, namun menyedihkan. Karena ayah dari anak
ayah yang mungil itu tudak ada rasa kasih sayang dari seorang ayah terhadap
anaknya yang selama ini telah menghilang tanpa kabar. Sejak aku umur tujuh
belas tahun, aku baru sadar dengan semua cerita ibu, ini kalau selama aku ada
dikandungan ibu, kehidupan itu menyakitkan dan menyedihkan ibu.
Kehidupan sejak umurku hampir delapan belas tahun, aku
sudah mulai dewasa dan ibuku sering pusing-pusing waktu itu, kenapa ibu
pusing-pusing kayak itu? Tanyaku. Ibu dikenak kanker otak nak. Jawabnya..
Setelah itu, aku paksa dia untuk dibawa kerumah sakit
itu, kira-kira 1000 meter dari rumahku, untuk dioperasi, dan aku tidak sempat
berpikir, dapat darimana uang yang harus aku bayar, untuk biaya operasi itu.
Cuman yang aku pikir-pikirkan bagaimana ibu itu harus sembuh.
Sesudah nyampek dirumah sakit itu, aku langsung berkonsultasi sama dokter untuk secepatnya di operasi, dan alhamdulillah dokter bilang padaku, besok ibumu harus dioperasi. Ya dok. Kataku, sambil meneteskan air mataku dan memikirkan masalah uang yang harus aku bayar nanti.
Sesudah nyampek dirumah sakit itu, aku langsung berkonsultasi sama dokter untuk secepatnya di operasi, dan alhamdulillah dokter bilang padaku, besok ibumu harus dioperasi. Ya dok. Kataku, sambil meneteskan air mataku dan memikirkan masalah uang yang harus aku bayar nanti.
Namun, pada suatu malam tepat pada jam 00.00 WIB rumah
sakit itu gelap tidak satupun lampu yang nyala, lalu aku membuka jendela rumah
sakit itu dengan melihat sinarnya rembulan yang indah dan mempesona itu, dan
saat itu pula, aku mendengar hembusan suara angin sampai tiga kali di pojok
kamar rumah sakit yang gelap dan yang aku tempati itu. Setelah aku dekati,
ternyata suara itu, suara ibuku. Lalu aku pegang tangan ibu, dan sambil aku
memanggil namanya. Ibu.... ibu....ibu....!! sampai tiga kali.
Ternyata, ibu sudah bersama malaikat terbang disana,
ternyata ibuku sudah meninggal, aku berteriak pada ibu, operasimu masih besok
bu..... kenapa ibu harus ningalin aku, disaat aku membutuhkan kasih sayangmu
bu.... dengan tangisan keras dan disertai tangisku. Terasa hidup itu sangat
kejam. Tetapi, apa boleh buat, semua manusia itu akan mati dan semua itu ada
hikmahnya . saat itu, aku berteriak untuk minta tolong namun tidak satu
orangpun yang menghampiriku, cuman tetesan air mata dan sinar rembulan yang
hanya menemaniku malam itu.
No comments:
Post a Comment