1.
Pengertian Kritik Sastra Objektif dan Kritik Sastra Ekspresif
Teori kritik
sastra objektif merupakan teori yang harus dilihat sebagai objek yang mandiri
dan menonjolkan karya sastra sebagai struktur verbal yang otonom dengan
koherensi intern. Kritik sastra yang memandang karya sastra sebagai dunia otonom,
sebuah dunia yang dapat melepaskan diri dari siapa pengarangnya, dan lingkungan
sosial budayanya
Senada
dengan hal itu menurut Semi (1989:13) menyatakan ” suatu kritik sastra yang
menggunakan pendekatan atau pandangan bahwa suatu karya sastra adalah karya
mandiri”. Tanpa perlu memandang sastra dari segi pengarang atau dunia dan
sekitarnya. Teori ini dilihat berdasarkan objek yang berdiri sendiri, yang
memiliki dunia sendiri. Oleh karena itu kritik ini dilakukan atas suatu karya
sastra dengan kajian unsur instrinsik semata.
Kritik
ekspresif menitikberatkan pada pengarang. Kritikus ekspresif meyakini bahwa
sastrawan (pengarang) karya sastra merupakan unsur pokok yang melahirkan
pikiran-pikiran, persepsi-persepsi dan perasaan yang dikombinasikan dalam karya
sastra. Kritikus cenderung menimba karya sastra berdasarkan kemulusan,
kesejatian, kecocokan pengelihatan mata batin pengarang/keadaan pikirannya.
Berikutnya
Semi (1989:13) menyatakan kritik sastra ekspresif merupakan “kritik sastra yang
menekankan telaahan kepada kebolehan pengarang dalam mengekspresikan atau
mencurahkan idenya kedalam wujud sastra”. Kritik yang menimbang karya sastra
dengan memperlihatkan kemampuan pencurahan, kesejatian, atau visi penyair yang
secara sadar atau tidak tercermin pada karya tersebut.
2.
Analisis Kritik Sastra Ekspresif
Pada
cerpen, yang menunjukkan analisis kritik sastra ekspresif adalah sebagai
berikut:
Kutipan
cerpen:
Aku ingin
berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah
teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin dan
beku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku
terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu
aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil,
kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara.
Putu wijaya,
mampu mengekspresikan dengan baik. Negara sebagai wujud teater, suatu
pertunjukan sandiwara. Hal ini pula dilatarbelakangi oleh profesi penulis
sebagi seorang sastrawan, penulis pula menjabat sebagai Pimpinan Teater
Mandiri, Jakarta sejak tahun 1971 hingga sekarang. Kutipan diatas merupakan
wujud ekspreasi jiwa mengenai kedudukan posisi bangsa dan negara saat ini bisa
berubah.
Berikutnya
pada kutipan cerpen dibawah ini:
Pengacara
muda sekarang menarik napas panjang.
“Ya aku
menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak
bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku
sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan
keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga
tercapai keputusan yang seadil-adilnya.”
Penulis
mampu menekspresikan diri seorang pengacara muda, yang profesional, dan cerdas.
Hal tersebut pula didasari, bahwa penulis juga seorang mahasiswa fakultas
hukum, penulis merupakan mahasiswa Fakultas Hukum UGM 1969.
Selanjutnya
pada kutipan cerpen dibawah ini:
Dengan
gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan
kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan
kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke
mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan
mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster
raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara
muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat.
Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan
pemerintahan yang sah.
Penulis
mampu mengkritisi pemerintahan, dan memaparkan pandangannya pada pemerintahan.
Wujud dari ekpresi terhadap situasi dan keadaan yang terjadi dimasyarakat, hal
ini pula didasari oleh profesi yang penah menjadi wartawaan di berbagai media
cetak. Misalnya penulis pernah menjadi wartawan majalah Ekspres (1969),
wartawan majalah Tempo (1971-1979) dan Redaktur Pelaksana majalah Zaman
(1979-1985)
3.
Analisis Kritik Sastra Objektif
Unsur
intrinsik (objektif)) tidak hanya terbatas pada alur, tema, tokoh, dsb; tetapi
juga mencakup kompleksitas, koherensi, kesinambungan, integritas, dsb.
Pendekatan kritik sastra jenis ini menitikberatkan pada karya-karya itu
sendiri. Menurut Menurut Nurgiyantoro dalam bukunya Pengkajian Prosa Fiksi unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur
yang membangun karya sastra itu sendiri.
- Tema: Keadilan di Masyarakat
- Alur: Maju (progesif)
- Latar
- Latar tempat, yaitu latar mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta inisial tertentu.
Pada cerpen,
latar tempat ditunjukan pada kutipan cerpen sebagai berikut:
Seorang
pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior
yang sangat dihormati oleh para penegak hukum.
Latar tempat
yang dimaksud, merupakan kantor pengacara dimana tempat ayahnya seorang
pengacara senior.
- Latar Sosial, yaitu yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.
- Penokohan
Penokohan
lebih luas pengertiannya daripada tokoh atau perwatakan, sebab penokohan
sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menunjuk
pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita
- Pengacara Muda (anak): merupakan seorang pemuda yang kritis, tekun, bersemangat cerdas dan profesional terhadap pekerjaannya sebagi seorang pengacara. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini:
“Aku tidak
datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda
memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku
punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan.
Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk
memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau
bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan
sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri”
Dari kutipan
diatas menunjukkan bahwa pengacara muda tersebut cerdas, dan berpikir kritis.
Ia mencermati keadaan dan situasi, seorang pengacara muda yang bersikap adil
dan profesional pada pekerjaannya sebagai pengacara.
- Pengacara Senior (ayah): tua, lemah dan sakit. Memiliki bijaksana, penyayang, rendah hati. Hal tersebut berdasarkan kutipan:
“Aku kira
tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang.
Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia.”
Pengacara
muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua
itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya
sudah lelah dan kesakitan.
Dari kutipan
diatas, karakter tokoh ayah yang menyayangi dan merindukan putranya. Pengacara
senior sudah tampak lemah dan tua.
- Sekretaris, perhatian, baik, cantik jelita. Hal tersebut berdasarkan kutipan dibawah ini:
Sekretarisnya
yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh
kepada pengacara muda.
“Maaf, saya
kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat.
Selamat malam.”
Dikemukakan,
bahwa sekretaris yang cantik dan dan perhatian. Ia mengatakan bahwa pengacara
senior hendak beristirahat,
- Sudut Pandang
Sudut
pandang (point of view) merupakan strategi, teknik, siasat, yang secara sengaja
dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya. Segala sesuatu yang
dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup, dan
tafsirannya terhadap kehidupan. Namun kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan
lewat sudut pandang tokoh, lewat kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah
cara memandang tokoh-tokoh cerita dengan menempatkan dirinya pada posisi
tertentu. Sudut pandang yang terdapat dalam cerpen Peradilan Rakyat adalah
Sudut pandang orang ketiga yaitu sudut pandang yang biasanya pengarang
menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama
tokohnya; Contohnya pada kutipan dibawah ini
Pengacara
tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap
putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung,
…. Pengacara
muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya
dengan lebih tenang
Berdasarkan
pada kutipan diatas, diketahui penggunaan tokoh “ia” dan subjek lain dengan
kata ganti pengacara muda.
- Gaya Bahasa
Bahasa dalam
cerpen memilki peran ganda, bahasa tidak hanya berfungsi sebagai penyampai
gagasan pengarang. Namun juga sebagai penyampai perasaannya. Beberapa cara yang
ditempuh oleh pengarang dalam memberdayakan bahasa cerpen ialah dengan
menggunakan perbandingan, menghidupkan benda mati, melukiskan sesuatu dengan
tidak sewajarnya, dan sebagainya. Melebih-lebihkan kata sehingga menampilkan
unsur-unsur sasta yang indah dan menarik. Itulah sebabnya, terkadang dalam karya
sastra sering dijumpai kalimat-kalimat khas. Menurut Sumadiria (2006 :147—160)
mengemukakan macam-macam gaya bahasa adalah sebagai berikut.
- Gaya Bahasa Perbandingan
- Gaya bahas perumpamaan, contohnya: penjahat itu licin seperti belut; rakus seperti monyet;seperti kucing dan anjing; seperti singa yang lapar; bagai air dengan minyak.
Pada cepen
gaya bahasa perumpamaan adalah sebagai berikut:
- Mereka menyebutku Singa Lapar.
- Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam
- Keadilan tak boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang kalau perlu dingin dan beku.
- Metafora, contohnya; anak emas, buah bibir, buah tangan, mata keranjang, jinak-jinak merpati, air mata buaya dsb.
Pada cerpen
metafora, adalah sebagai berikut:
- Dengan gemilang dan mudah ia mempencundangi negara dipengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu.
- Depersonikfikasi, gaya bahasa yang mengandaikan manusia atau segala hal yang hidup, bernyawa, sebagai benda-benda mati yang kaku dan beku. Pada cerpen contohnya adalah sebagai berikut:
- Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa.
- Personifikasi, gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati, termasuk gagasan atau konsep-konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia yang menggerakan seluruh tubuhnya. Pada cerpen gaya bahasa personifikasi adalah sebagai berikut:
- Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak diseluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu.
- Gaya Bahasa Pertentangan
- Hiperbola, gaya bahasa yang pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya ukurannya, atau sifatnya dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pertanyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Pada cerpen
contoh gaya bahasa hiperbola adalah sebagai berikut:
- Tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang, dicabik-cabik korupsi ini.
- Namun yang lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya.
- Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam
- Tapi aku tolak mentah-mentah.
- Keadilan tak boleh menjadi sebuah taeter, tetapi mutlak hanya pencari keadilan yang kalau perlu dingin dan beku.
- Yang tua memicingkan mata dan mulai menembak lagi.
- Juga bukan ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusian di mancanegara yang benci negaramu, bukan?
- Entah luluh oleh senyum dibibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu.
- membebaskan bajingan yang ditakuti oleh seluruh rakyat dinegeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung diudara.
- Ia merayakan kemenangan dengan pesta kembang semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi.
- Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah.
- Penjahat besar yang akan terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat.
2. Gaya
bahasa Sinisme, merupakan gaya bahasa berupa sindiran yang berbentuk kesangsian
yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Pada cerpen
adalah sebagai berikut:
- Tidak seperti pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang.
Maksudnya,
saat ini banyak pengacara yang bekerja dengan tidak profesional. Menjual
kejujuran demi kepentingan pribadi atau kelompok.
No comments:
Post a Comment