About

Topeng Kayu



Drama ini ditulis oleh seorang ahli sejarah yang bernama Kuntowijoyo. Selain dikenal sebagai seorang ahli dalam bidang Sejarah, ia dikenal juga sebagai seorang dramawan atau seniman. Topeng Kayu merupakan drama kedua yang mendapat hadiah dari Dewan kesenian Jakarta pada tahun 1973.
Topeng Kayu merupakan sebuah drama yang berbicara mengenai kekuasaan. Kekuasaaan merupakan perihal yang sangat penting dalam kehidupan. Namun dalam kontek ini, drama Kuntowijoyo berbicara mengenai kekuasaan yang bersifat manusiawi. Yaitu kekuasaan manusia baik yang berupa kekuasaan atas massa tertentu, kekuasaan ekonomi, kekuasaan politik dan sebagainya. Artinya apa yang disinggung disini adalah kekuasaan selain kekuasaan Tuhan.
Sebagai sebuah drama yang membicarakan sebuah kekuasaan. Drama ini berisikan kritik terhadap kekuasaan setan yang sehari-hari ada dalam kehidupan manusia: kekuasaan ekonomi, kekuasaan ilmu, kekuasaan teknologi, kekuasaan birokrasi, dan sebagainya. (Kunto Wijoyo, 2000: v).
Tek drama Topeng Kayu tidak menggunakan nama-nama yang sesungguhnya, tetapi menggunakan nama samaran. Nama-nama yang digunakan adalah nama profesi atau predikat yang disandang oleh masing-masing tokoh. Di sinilah keterkaitan makna dari judul drama ini. Topeng adalah penutup muka yang digunakan untuk menyembunyikan wajah atau menyembunyikan identitas aslinya. Dari topeng yang dikenakan tersebut dapat ditebak sifat atau sikap yang dimiliki pelaku yang terlihat dari tingkah laku yang diperankan. Dengan nama samaran ini juga dapat dipahami perangai masing-masing tokoh. Gaya bicara dan pilihan kata-kata yang digunakan yang secara langsung menunjukan siapa mereka sesungguhnya. Namun demikian agar memudahkan pemahaman kita akan apa yang ada dalam drama ini terlebih dahulu akan dibahas isi secara ringkas dari drama tersebut.
Dalam membicarakan atau menganalisis sebuah karya sastra yang berupa drama, kita tidak akan pernah lepas dari unsur-unsur instrinsik yang ada dalam karya tersebut. Unsur-unsur tersebut diantaranya; plot, tokoh dan penokohan, setting, tema, sudut pandang (point of view), simbolisme (symbolism) dan gaya (style) (Robert Stanton, 1965). Namun demikian dalam tulisan ini hanya akan dibahas dua hal pokok yaitu plot dan tokoh. Kedua komponen ini merupkan inti dari sebuah cerita, baik drama maupun novel. Apalagi dalam karya sastra pementasan, tokoh dan plot merupakan unsur sangat penting.
Meskipun terbatas pada pembahasan plot dan penokohan dalam tek drama, dalam prakteknya nanti juga akan menyinggung beberapa unsur lain. Karena pada hakekatnya unsur-unsur instrinsik tersebut akan saling berkaitan satu dengan yang lain. Terutama tema yang menjadi inti dari cerita tersebut.

a. Plot
Dalam pengertian yang lebih umum, plot merupakan rangkaian dari kejadian-kejadian dalam suatu drama, The plot of a story is its entire sequence of events (Robert Stanton, 1964: 14). Jadi rangkaian alur cerita pada sebuah kisah itu bermacam –macam, dan selalu mengalami perubahan. Disilah yang membedakan karya sastra dengan karya lain seperti biografi atau cerita kenyataan lainnya. Menurut Freytag, plot drama dapat dimulai dari pengenalan atau penggambaran secara umum. Ia menambahkan bahwa ada lima rangkaian kejadian dalam sebuah cerita yaitu: exposition, rising action climax, falling action dan denounment (via Wikipedia). Dari kelima tahap ini tidak harus semua diaplikasikan tetapi untuk novel atau cerpen dapat dipersingkat.
Dari kelima tahapan tersebut masing-masing memiliki perbedaan-perbedaan. Hal itu dapat terlihat dari kompleksitas persoalan yang ada dalam sebuah cerita. Perlu diingat bahwa tahapan itu masing-masing berbeda antara karya sastra yang satu dengan yang lainnya. Berikut ini penjelasan singkat masing-masing tahapan tersebut;

1). Exposition atau Pelukisan Awal Cerita
Pada tahap ini cerita dimulai dari pengenalan akan apa yang ada dalam cerita tersebut. Hal ini bisa dilakukan dengan mengenalkan tokoh-tokoh protagonis, antagonis, dasar konflik dan juga settingnya. Dalam tahap ini bisa juga menggambarkan secara umum mengenai tema yang akan menjadi inti cerita dalam cerita tersebut. Dengan kata lain exposition merupakan pembuka dari suatu cerita (William Kenny, 1966:15).

Dalam drama Topeng Kayu selanjutnya disingkat TK tahap awal merupakan pengenalan tokoh sekaligus tema yang menjadi persoalan utama cerita ini. Kata-kata Juru Kunci dapat dipastikan sebagai pembuka dari seluruh isi pembicaraan dari drama TOPENG KAYU.

Juru Kunci:
Diperkenalkan saja. Nama, pangkat dan jabaatan saya Juru Kunci. Sebentar lagi akan saya buka rahasia sebuah taman surgawi. Tetapi jangan salah paham. Taman ini bisa dibangun dimana saja. Kata sahibul hikayat taman ini diciptakan persis ketika Bapa Adam dan Ibu Hawa turun ke bumi. Disini pernah bersemayam para nabi, orang suci, dan semua yang mulia-mulia. Jangan cemas, taman ini bukan saja untuk orang-orang istimewa, juga untuk orang yang biasa-biasa saja. Kalau tuan dan nyonya menginginkan, datang ke sini. Akan tampak keajaiban, yang belum terlintas bahkan dalam mimpi. Sayang kamus bahasa kita tidak memadai untuk melukiskannya. Buktikanlah sebelum terlambat. Sungguh pengalaman yang jarang. Tuan-tuan dan Nyoya-nyonya akan jadi manusia baru, tanpa memandang sejarah yang lalu. Wallahualam. (Topeng Kayu: 3)

Ungkapan di atas menunjukan siapa si pembicara sesungguhnya. Si pembicara merupakan orang yang menjadi perhatian dalam drama ini. Karena dari ungkapan tersebut, mengindikasikan seluruh persoalan akan bermula dari ungkapan Juru Kunci ini. Dengan demikian kata-kata ini bukan sekedar memperkenalkan tokoh, tetapi juga tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan dalam drama ini.

No comments:

Post a Comment